BIROKRASI
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service atau public administration.
Definisi
birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten. Kamus
akademi Perancis memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan,
pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi
1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai
departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk mereka
sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823
mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi
pemerintahan.
Birokrasi berdasarkan definisi yang
dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi
yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan
bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja
individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar
(disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis,
dalam Setiwan,1998).
Sementara itu,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh
pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba
lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak
liku-likunya dan sebagainya.
Definisi
birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan
sebagai
1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh
pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, da
2. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh
pegawai.
Berdasarkan
definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari
penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected).
Ini adalah
kejelasan dari berbagai keuntungan dan kelebihan pada Birokrasi
Keuntungan
Birokrasi
Teori birokrasi
ini mempunyai kekuatannya yang tersendiri, walaupun teori ini sering dikaitkan
dengan pelbagai streotaip negatif, namun teori birokrasi ini juga banyak
memberikan sumbangan kepada teori dalam pengurusan sumber manusia.
Hierarki dan
definisi tanggungjawab adalah merupakan ciri penting birokrasi dalam membantu
pengurusan tempat kerja yang tersusun. Lakaran prinsipal terhadap semua
tugas haruslah jelas dan harus disusun dalam bentuk hierarki.
Ada Aturan,
Norma, dan Prosedur untuk Mengatur Organisasi
Kelemahan-kelemahan
birokrasi terletak dalam hal:
a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
d. berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
d. berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
Kelemahan-kelemahan
yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah
satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton
lebih merupakan “bureaucratic dysfunction” dengan ciri utamanya “trained
incapacity”.
Usaha-untuk
memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem
perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh
pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal.
Salah satu
kelemahan yang sering dikaitkan dengan birokrasi ialah “red tape” .
Istilah ini merujuk kepada satu peraturan birokrasi yang sangat berlebihan
sehingga menyebabkan kelewatan kepada sesuatu urusan ataupun proses.
Keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara
otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses
birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang
berkembang.
referensi
Sujamto, dalam bukunya yangberjudul Otonomi, Birokrasi, Partisipasi (1991:16),
referensi
Sujamto, dalam bukunya yangberjudul Otonomi, Birokrasi, Partisipasi (1991:16),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar