BRAND MANAGEMENT
Disusun
Oleh :
Kukuh Prasetyo 14111031
Nurma Yulia Cahyani 15111366
Riza Ziana 16111300
Universitas
Gunadarma
2013
2013
KATA PENGANTAR
Sesungguhnya segala puji bagi Allah,
kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, meminta ampunan dari-Nya dan
meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kita serta keburukan amal
perbuatan kita. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW.
Karena hidayah-Nya pula, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “macam dan type organisasi” ini sebagai tugas dari mata kuliah
soft skill teori organisasi tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami
ucapkan terima kasih kepada Bpk JULIUS NURSYAM SIselaku dosen pengampu mata kuliah soft
skill teori organisasi 2 yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Akhirnya penulis mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini.
Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama
bagi yang membutuhkannya.
Jakarta,7 juli 2013
Penyusun
bab
I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap
kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global.
Riset brand selama ini masih didominasi sektor consumer
markets, terutama
dalam kaitannya
dengan produk fisik seperti barang. Namun demikian literature merek mulai
berkembang pula untuk sektor pemasaran jasa, pemasaran bisnis dan pemasaran online. Bidang kajiannyapun sangat beragam, mulai dari
sejarah manajemen merek, brand origin,
brand pioneership dan brand name strategy hinggabrand equity,
brand extension, brand loyalty, dan global
branding.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Pengertian Brand
2. Brand Campaign
3.
Riset Brand Management
1.3
Tujuan Makalah
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai
pemenuhan tugas soft skill teori
organisasi #2 sekaligus sebagai literatur tambahan bagi mahasiswa atau pembaca
yang ingin menambah wawasan yang mencakup management branding.
III
Bab II
2.1. Pengertian Brand
Brand dapat disebut “pelabelan’. Brand dapat membantu penjualan. Brand berkaitan
dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau layanan, yang diyakini
tidak saja dapat memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dengan memberikan kepuasan
yang lebih baik dan terjamin. Istilah brand muncul ketika persaingan produk
semakin tajam dan menyebabkan perlunya penguatan peran label untuk
mengelompokkan produk dan layanan yang dimiliki dalam satu kesatuan guna
membedakan produk itu dengan produk pesaing.
Salah satu upaya perusahaan untuk melakukan penetrasi pasar dan
memperkuat produk dan layanan adalah melakukan branding. Istilah ini cukup popular di kalangan
pemasaran karena memberikan efek besar terhadap peningkatan penjualan. Bahkan
demi mempertahankan pangsa pasarnya beberapa perusahaan bahkan rela
menggelontorkan dana yang tidak sedikit hanya demi menanamkan brand yang
kuat di mata masyarakat. Karena memiliki kaitan yang sangat erat dengan aspek
finansial maka kemudian istilah merek ini disebut denganbrand equity yaitu Net Present Value (NPV)
dari aliran kas masa datang yang dihasilkan oleh suatu merek. Dengan kata lain, brand equity dihitung
berdasarkan nilai inkremental di atas nilai yang diperoleh produk atau layanan
tanpa merek (unbranded
product).
Dalam ilmu akuntansi keuangan merek merupakan aktiva tak berwujud,
merek dibangun oleh banyak faktor dan dikomunikasikan melalui iklan dan
promosi. Shimp (1997) dalam bukunyaAdvertising, Promotion, and Supplemental Aspects of Integrated
Marketing Communicationsmengatakan bahwa komunikasi pemasaran
(iklan dan promosi) merupakan faktor yang sangat penting untuk membangun merek
yang positif. Biaya iklan dan promosi adalah proxydari
merek tersebut. Itulah yang menyebabkan perusahaan rela mengeluarkan anggaran
untuk iklan dan promosi yang jumlahnya sangat besar hanya untuk mempertahankan
merek yang positif.
Ekuitas merek ini didapat dari posisi pasar strategik merek
bersangkutan dan consumer
trustterhadap merek tersebut. Trust ini yang kemudian menciptakan jalinan
relasi antara merek dan pelanggan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi
risiko pembelian dan mendorong terciptanya preferensi merek, loyalitas merek,
dan kesediaan untuk mempertimbangkan produk baru yang ditawarkan perusahaan
dengan nama merek yang sama di kemudian hari.
Pada suatu kesempatan sharing
session dengan Vice
President Telkomsel Area 2 Jabotabek Jabar – Bpk. Irwin Sakti – Beliau
mengatakan bahwa Brand memiliki peran penting dalam
menjalankan bisnis telekomunikasi nirkabel ini. Ada banyak warna (brand)
yang ditawarkan oleh para pemain dalam bisnis ini, ada merah, kuning, biru,
hitam, dan warna warni pendatang baru. Tanpa pengaruh brand yang
kuat maka pelanggan yang hendak menggunakan layanan Telkomsel akan mudah
terpengaruh oleh brand dari pemain lain. Maka dari itu
disinilah peran para pemasar untuk menjaga agar warna merah tetap menjadi warna
pertama yang dipikirkan pelanggan. Pernyatan beliau ini merupakan penegasan
nyata bahwa dengan brand yang mengakar kuat maka bisnis ini
bisa tumbuh besar sampai saat ini.
2.2. Brand Campaign
Branding adalah istilah lain dari kegiatan manajemen kampanye
produk dan layanan. Kesuksesan yang diraih oleh kampanye ini didasarkan pada
kemampuan tim pemasaran dalam menentukan strategi promosi dan distribusi produk
secara simultan. Artinya proses branding merupakan hasil kerjasama yang kompak
antara semua bagian terkait, misalnya dalam industri telekomunikasi ini antara
team marketing dengan dealer
management atau
dengan department support.
Dalam prakteknya kampanye branding yang terjadi di Indonesia terjadi
dengan begitu frontalnya dan menghabiskan dana dan upaya-upaya extra.
Setidaknya ada dua sektor yang menjadi lahan basah dalam persaingan branding di
Indonesia ini yaitu industri rokok dan industri telekomunikasi. Dan ini juga
terjadi di banyak negara lain seperti yang saya lihat langsung di Malaysia dan
Thailand. Karena besarnya dana yang digelontorkan perusahaan-perusahaan itu
maka tak jarang perusahaan membutuhkan capital
expenditure yang
menempati porsi yang sangat besar dalam anggaran belanja perusahaan, meskipun
besarnya biaya untuk mempertahankan brand tersebut tidak dapat diukur
manfaatnya secara langsung pada masa biaya itu dikeluarkan, manfaatnya bisa
dirasakan tahun depan atau beberapa tahun yang akan datang.
Bila kita amati fenomena branding pada industri telekomunikasi
sekarang ini kita pun bahkan menggelengkan kepala sendiri. Cara-cara beriklan
baik di media cetak dan elektronik maupun di lokasi umum bahkan sudah tidak
mengedepankan etika bisnis yang sehat lagi hanya demi mengejar tambahan net add dan revenue. Beberapa operator lupa bahwa selain brand yang
melekat dari produk yang ditawarkan mereka ada satu lagi brand yang
juga melekat erat dengan perusahaan yaitu brand image perusahaan. Alhasil yang terjadi
adalah imageperusahaan
di mata masyarakat turun drastis karena produk atau layanan yang ditawarkannya
ternyata mengecewakan pelanggan.
Praktek nyata dapat kita lihat ditingkat operasional, rekan-rekan
sales dan pemasar atau bagian brand harus kerja ekstra hanya untuk mempertahankan
spanduk/layar toko/umbul-umbul atau media promosi lainnya tetap terpasang
ditempatnya keesokan harinya. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa
persaingan yang terjadi sudah seperti hukum rimba – siapa yang kuat dia yang
menang, hari ini dipasang, belum tentu besok masih ada, atau bahkan sejam
kemudianpun belum tentu ada, karena pesaing sudah mengendusnya secara
diam-diam. Itulah makanya brand
management tidak bisa
berjalan dengan baik tanpa strategi yang tepat seperti yang dikatakan
Keller KL (2003) dalam bukunya Strategic
Brand Management: Building, Measuring, And Managing Brand Equity.
Beberapa
operator bahkan sudah mengalihkan arena branding mereka tidak sekedar di outlet
atau jalan lintas lagi, tetapi juga merambah pada tempat umum, tempat hiburan
bahkan tempat privat seperti sekolah dan rumah ibadah. Area yang masih sangat
eksotis untuk digarap sebenarnya masih banyak, contohnya yaitu komunitas
pelanggan, seperti fans club, komunitas hobbi, olah raga, arisan, dll. Hal yang
sederhana namun sangat mempesona sebenarnya juga dapat kita lakukan seperti
kekaguman saya pada tulisan raksasa Telkomsel yang ada di Batam, namun kali ini
kita bisa membuatnya di Puncak – Bogor, Bukit Tinggi, Manado, atau Berastagi –
Medan.
2.3 Riset
Brand Management
Publikasi Equity Research Danareksa yang dirilis pada bulan
Januari 2008 mengatakan bahwa Perusahaan sektor telekomunikasi di Indonesia
telah memasuki era baru persaingan iklan dan promosi, setiap operator mengklaim
dirinya memiliki tariff paling murah. Dibalik kampanye merek yang menggeliat
itu ternyata aspek keuanganlah yang sangat terpengaruh olehnya. Hal yang paling
berpengaruh adalah pendapatan, struktur tariff yang baru dan besarnya biaya
iklan dan promosi atas tariff tersebut adalah cara operator untuk menarik
pelanggan baru dan juga pada saat yang bersamaan mempertahankan pelanggan
existing. Menurut Danareksa market leader seperti Telkomsel lah yang diuntungkan
karena kualitas dancoverage-nya telah unggul terlebih dahulu.
Beberapa lembaga riset secara continue juga melakukan suvey top brand, indikator penilaiannya bisanya menggunakan
alat ukur luas pengenalan masyarakat terhadap brand tersebut (mind share & market share) dan
loyalitas pelangan untuk tetap menggunakan brand tersebut (commitment
share). Hasil survey ini bagi sebagian kalangan dianggap sebagai
alat ukur yang tepat untuk menentukan positioning suatu produk di pasaran. Dan bersyukur
Telkomsel meraih predikat Outstanding
Achievement sebagai
merek terbaik pada ajang penghargaan bergengsi Top Brand Award 2008, Predikat tersebut diperoleh
berkat keberhasilannya mempertahankan simPATI dan kartu Halo sebagai kartu
pilihan utama selama sembilan tahun berturut-turut, dari tahun 2000 sampai
2008.
Beberapa survey top brand yang dirilis lembaga lainnya terkadang
juga membingungkan, karena pemenangnya justru brand milik competitor yang lain.
Terkadang pula kita meragukan kualitas survey-surveyan itu karena kemungkinan
terselip kepentingan para pemilik brand tersebut. Namun meskipun begitu
cara-cara survey seperti itu bagi sebagian besar kalangan masih dianggap cara
yang paling tepat mengukur ketenaran suatu produk di mata masyarakat.
Beberapa
hasil riset tersebut dan kenyataan di lapangan merupakan wujud kerja keras
management bersama seluruh karyawan. Kedepan tantangan akan semakin besar,
cobaan akan semakin banyak menerpa, bisnis telekomunikasi maupun bisnis dalam
sector apapaun akan beranjak pada fase persaingan yang lebih sengit lagi. Tugas
para pemasar harus siap siaga dan terus mempertahankan agar warnanya tetap
berkibar dan berjaya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat
ditarik dari makalah ini adalah:
1. Brand berkaitan
dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau layanan, yang diyakini
tidak saja dapat memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dengan memberikan kepuasan
yang lebih baik dan terjamin.
2. Kesuksesan
yang diraih oleh kampanye ini didasarkan pada kemampuan tim pemasaran dalam
menentukan strategi promosi dan distribusi produk secara simultan.
3. Hal
yang paling berpengaruh adalah pendapatan, struktur tariff yang baru dan
besarnya biaya iklan dan promosi atas tariff tersebut adalah cara operator
untuk menarik pelanggan baru dan juga pada saat yang bersamaan mempertahankan
pelanggan existing.